Akhir Ramadhan 1428
Sudah menjadi hal yang lazim kalau di akhir bulan Ramadhan adalah detik-detik kebahagiaan yang dirasakan oleh semua orang Muslim di muka bumi ini. Betapa tidak? Mereka oleh Allah masih diberikan kekuatan untuk menyelesaikan perjuangan berat melelahkan selama sebulan penuh di bulan penuh barakah dan maghfirah itu. Plus mereka diberi kesempatan untuk merayakan hari kemenangan di bulan syawal yaitu hari raya Idul Fitri.
Tapi tidak dengan saya. Di akhir bulan puasa ini Allah justru menguji keluarga saya dengan ujian yang sama sekali tidak pernah kami duga sebelumnya. Ibu, sosok yang selama ini saya hormati dan saya sayangi jatuh sakit di akhir Ramadhan tahun ini. Tepat pada malam takbiran ibu drop. Penyakit ashma-nya kambuh. Beliau sesak napas. Padahal selama sebulan ini beliau masih mampu berpuasa meskipun pada hari terakhir Ramadhan puasa beliau batal karena harus periksa ke dokter mengingat kondisi fisiknya yang sangat lemah.
Setelah minum obat sesuai resep dokter ibu tiba-tiba kembali drop. Sesak napas beliau kambuh dan semakin parah. Terengah-engah beliau menahan rasa sakit sampai saya merasa sangat panik. Semua sanak keluarga berdatangan untuk menjenguk ibu yang waktu itu masih tidak ingat apa-apa. Saya tidak tinggal diam. Saya ambil hand phone dan mencoba menghubungi dokter yang menangani ibu. Namun yang terdengar di seberang hanya nada sibuk. Berkali-kali saya coba kembali menelepon. Dan, alhamdulillah dokter itu ternyata mengangkat telepon dari saya.
“Dok, tolong ibu saya, Dok. Dia sesak napas setelah minum obat dari dokter. Tolong dokter kesini, ya. Kami tunggu….”
“Tapi sekarang saya masih di rumah kakak ipar. Lagi silaturrahim…”
“Terima kasih, Dok. Assalamu’alaikum.” Saya tutup telepon dan kembali menghampiri ibu yang sedang terengah-engah menahan napas. Saya tidak bisa membayangkan betapa sakitnya ibu dengan penyakitya itu.
“Kita harus bawa ibu ke UGD….” Saya semakin panik. Mencoba mengajak kakak saya yang semuanya sudah berkeluarga untuk merujuk ibu ke rumah sakit. Saya tidak tahan melihat ibu terengah-engah seperti itu. Saya tidak mau terjadi apa-apa dengan ibu. Ibu harus sembuh dan bisa kembali bersama kami dalam suka dan duka. Menjalani kehidupan ini yang penuh dengan cobaan dan ujian dari-Nya.
“Kamu tenang, Dek. Kalau kamu panik seperti itu bagaimana ibu akan sembuh. Kita coba lihat perkembangan kondisi ibu dulu. Coba lihat beliau sudah mulai tenang. Jadi kau teruslah berdoa semoga Allah masih memberikan kesempatan kepada ibu untuk hidup lebih lama bersama kita. Yang tabah ya….” Kurasakan sebuah tepukan di pundak saya. Tapi saya masih tetap ngotot untuk membawa ibu ke rumah sakit. Kurasakan ada sesuatu merembes di pipi saya. Saya menangis? Sudah berapa lama air mata laki-laki saya tidak menetes?
***
Ibu sudah mendingan. Tapi saya tetap bertekad untuk membawa ibu ke Balai Pengobatan Paru-Paru di Pamekasan. Ibu harus di-rontgen untuk mengetahui penyakit apa yang bersemayam di tubuh ibu. Tapi dari mana kami harus mendapat uang untuk membawa ibu ke rumah sakit? Sekarang musim paceklik. Semua orang kesulitan uang. Apalagi selama bulan Ramadhan tentu pengeluaran lebih banyak dibandingkan dengan hari-hari sebelum puasa. Kami tidak mempunyai tabungan atau barang yang bisa dijual untuk kebutuhan ibu di rumah sakit.
Sampai akhirnya kemurahan dan pertolongan Allah datang. Saya yakin Allah mendengar doa kami. Tanpa diduga-duga orang yang dulu menggadaikan sebidang tanah kepada bapak ingin menebus tanah yang digadaikan. Ya Allah, terima kasih ya Allah. Betapa Engkau Maha Pemurah. Maha Mengetahui apa yang hamba harapkan. Bismillah, insya Allah uang hasil tebusan sebidang tanah itu cukup untuk biaya berobat ibu ke rumah sakit.
Kami membawa ibu ke Balai Pengobatan Paru-Paru Pamekasan. Setelah diperiksa, test darah dan segala macam akhirnya ibu di-rontgen. Sambil diberi bantuan oksigen untuk mengurangi sesak napas yang ibu rasakan. Kami dengan sabar menunggu hasil pemeriksaan karena dokter spesialis paru-parunya belum datang.
Satu jam kemudian dokter yang kami tunggu datang. Saya dipanggil ke ruangan dokter spesialis paru-paru di ruangan yang bersisian dengan Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Bagaimana dengan ibu saya, Dok?” saya sudah tidak sabar menunggu hasil diagnosa dokter setengah baya di hadapan saya.
“Ibu Anda mengidap penyakit paru-paru.
Deg! Saya terkejut bukan main dengan pernyataan dokter. Saya masih setengah tidak percaya dengan apa yang dia sampaikan.
“Tapi alhamdulilah tidak telalu parah. Untung anda cepat membawa ibu Anda. Saran saya, ibu anda harus sering kontrol. Minimal setiap sepuluh hari atau setelah obat sudah hampir habis. Jadi supaya tidak terlambat penanganannya.”
Paru-paru? Separah itu penyakit ibu? Ujian hidup apalagi ini ya Allah? Beri kami kekuatan dalam menjalani ujian dan cobaan-Mu ini. Hanya Engkau lah yang Maha Menyembuhkan. Karena hamba yakin setiap penyakit itu ada obatnya!
***
*) Sepotong doa untuk bunda.
0 komentar:
Posting Komentar