Hari sabtu seperti biasa kegiatan murid-murid SDI Ar-Rahman adalah olah raga. Setelah senam bersama Pak Wahyu menguji kekuatan fisik murid-muridnya dengan berlari di halaman sekolah. Siapa yang lebih cepat menyentuh garis finish, maka dia akan mendapat hadiah sebuah bola. Murid-murid Ar-Rahman tampak sangat senang dan antusias sekali untuk mengikuti tes kecepatan berlari itu. Mereka sudah tidak sabar ingin bertanding guna memperebutkan hadiah dari Pak Wahyu
Untuk babak pertama adalah terdiri dari
“Satu…dua…tiga…PRIIIT…!!!”
Mendengar aba-aba dari Pak Wahyu, mereka berlima langsung lari sekencang-kencangnya. Seperti pacuan karapan sapi yang biasa dilaksanakan di lapangan Stadion Giling Sumenep. Rama yang memiliki tubuh paling kecil itu berada di urutan depan, namun sekitar tiga meter sebelum garis finish Rama terjatuh. Dia mengeluh kesakitan sambil memegangi kakinya yang sedikit berdarah.
Murid-murid yang waktu itu sibuk menyemangati tiba-tiba semua menuju tempat Rama terjatuh.
“Kamu nggak apa-apa, Rama?” Tanya Faiz yang tadi berada tepat di belakang Rama. “Wah, kaki kamu terluka?!” seru Faiz tiba-tiba begitu melihat darah di telapak kaki Rama. Pak Wahyu sibuk mengolesi kaki Rama yang terluka dengan betadin.
Murid-murid yang lain mulai bubar.
Faiz menghampiri Rama yang kakinya kini berbalut perban.
“Masih sakit, Ram?” Tanya Faiz perhatian.
“Alhamdulillah, sudah lumayan.”
“Kok bisa sih sampai kena kerikil, padahal kamu
Rama terdiam mendengar pertanyaan terakhir Faiz. Wajahnya tampak murung. Faiz heran dan menggeser duduknya mendekati Rama.
“Kamu kenapa, Ram?”
“Sepatuku berlubang, Iz. Maklum ini
“Maaf, Ram. Aku nggak bermaksud membuatmu sedih.”
“Nggak apa-apa, kok.”
Setelah cukup lama bincang-bincang Rama pamitan kepada Faiz untuk ke kantin karena rasa haus sudah mulai menyerang tenggorokannya. Rama langsung menuju kantin sementara Faiz masih duduk di tempatnya. Memikirkan nasib sepatu Rama yang bolong-bolong. Pasti dia butuh sepatu baru agar kakinya tidak terluka lagi, bisik hati Faiz.
***
Pagi hari di rumah Faiz.
Setelah memakai baju seragam Faiz menuju rak sepatu yang berada di pojok kamarnya. Dihitungnya jumlah sepatu koleksinya yang berjejer rapi itu.
“Makan yang banyak, Iz, biar cepet gede….” Seru Faisal yang porsi makannya lumayan banyak, sesuai dengan badannya yang juga mulai tinggi besar. Maklum kakaknya itu sudah mulai memasuki masa puber.
“Ah, nggak mau, ah. Nanti kayak Boboho…” Faiz nyengir sembari memasang nasi ke piringnya. Papa dan mama di seberang meja hanya tersenyum melihat tingkah kedua buah hatinya itu.
“Kalian harus sama-sama makan yang banyak. Tapi inget belajarnya juga harus yang giat biar jadi anak yang pintar….”
***
“Ram, ini buat kamu…” Faiz langsung menyodorkan bungkusan di tangannya begitu Rama tiba di depannya. Rama agak sedikit terkejut melihat bungkusan itu.
“Apa ini, Iz?”
“Dibuka aja, deh. Moga kamu suka menerimanya.”
Tidak sabar Rama langsung membuka bungkusan dari Faiz itu. Dan seperti yang Faiz duga, kedua bola mata Rama terbelalak saking terkejutnya melihat isi bungkusan itu.
“Wah…?? Sepatu? Ini untuk aku, Iz?” Tanya Rama setengah tidak percaya. Faiz mengangguk meyakinkan keraguan Rama.
“Terima kasih, Iz. Kamu memang temanku yang sangat perhatian. Aku seneng sekali hari ini…”
Faiz senang melihat Rama begitu gembira menerima hadiah pemberian darinya. “Sama-sama, Ram. Semoga dengan sepatu itu kaki kamu nggak akan kena kerikil lagi kayak kemarin.”
Rama dan Faiz langsung menuju kelas setelah mendengar bel masuk berbunyi.
***
0 komentar:
Posting Komentar